BAB I
PENDAHULUAN
Islam,sebagaimana di jumpai dalam sejarah ternyata tidak
sesempit yang di pahami pada umumnya. Dalam sejarah terlihat bahwa islam yang
bersumber pada Al-Qur’an dan as-Sunah dapat berhubungan dengan masyarakat luas.
Dari persentuhan tersebut lahirlah beberapa disiplin ilmu keislaman.
Tasawuf sebagai sebuah disiplin ilmu keislaman,tidak lepas
dari keterkaitannya dengan ilmu keislaman lainnya.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.HUBUNGAN
ILMU TASAWUF DENGAN ILMU KALAM
Ilmu
kalam merupakan merupakan disiplin keilmuan yang banyak mengedepankan tentang
persoalan-persoalan kalam tuhan. Persoalan kalam ini biasanya mengarah pada
perbincangan
Yang
mendalam dengan dasar-dasar argumentasi,baik rasional(aqliyah) maupun
naqliyah.ilmu kalam sering menempatkan diri pada pendekatan aqliyah dan
naqliyah tetapi dengan metode argumentasi yang dialektik.jika pembicaraan kalam
tuhan berkisar pada keyakinan-keyakinan yang harus di pegang oleh umat
islam,ilmu ini lebih spesifik mengambil bentuk sendiri dengan istilah imu
tauhid dan ilmu aqaid.[1]
Pembicaraan
materi-materi yang tercakup dalam ilmu kalam terkesan tidak menyentuh dzauq
(rasa rohaniyah). Namun ilmu kalam atau ilmu tauhid tidak menjelaskan
bagaimanakah seorang hamba dapat merasakan langsung Allah mendengar dan
melihat,bagaimana pula perasaan hati seorang ketika membaca Al-Qur’an,lalu
bagaimana seseorang bahwa sesuatu yang tercipta merupakan pengaruh dari qudroh
(kekuasaan) allah.[2]
Pertanyaan-pertanyaan
di atas akan sangat sulit di jawab apabila hanya melandaskan diri dengan ilmu
tauhid atau ilmu kalam, biasanya yang membicarakan penghayatan sampai sampai
pada penamaan kenamaan kejiwaan adalah ilmu tasawuf.disiplin inilah yang
membahas bagaimana merasakan nilai akidah dengan memerhatikan bahwa persoalan tadzawwuq (bagaimana merasakan) tidak
saja dalam lingkup hal sunah atau di anjurkan,tetapi justru termasuk hal yang
di wajibakan.[3]
Dalam
kaitannya dengan ilmu kalam,ilmu tasawuf berfungsi sebagai pemberi wawasan
spiritual dalam pemahaman kalam.penghayaatan yang mendalam melalui hati dalam
ilmu tauhid atau ilmu kalam menjadikan ilmu ini lebih terhayati atau
teraplikasikan dalam perilaku.dengan demikikan ilmu tasawuf sebagai penyempurna
ilmu kalam jika dilihat dari sudut pandang bahwa ilmu tasawuf merupakan sisi terapan rohaniyah dari ilmu tauhid.
Ilmu
kalam juga berfungsi sebagai pengendali ilmu tasawuf.oleh karena itu,jika
timbul suatu aliran baru yang bertentangan dengan akidah,al-Qur’an dan sunah,
hal itu adalah penyelewengan atau penyimpangan,dsisinilah ilmu kalam akan lebih
terlihat fungsinya.
Selain
itu,ilmu tasawuf berfungsi sebagai pemberi kesadaran rohaniyah dalam
perdebatan-perdebatan kalam,karena ilmu kalam adalah ilmu islam yang cenderung
menitik beratkan pada muatan rasional,disamping muatan naqliyah. Jika hal ini
tidak di imbangi dengan kesadaran rohaniyah maka ilmu kalam sangat mungkin
bergerak pada arah yang liberal dan bebas,disinilah ilmu tasawuf memberi muatan
rohaniyah.
B. HUBUNGAN
ILMU TASAWUF DENGAN ILMU FIQH
Sebagian
besar pembahasan kitab fiqh selalu di aawali dengan pembahasan thaharah (tata cara bersuci),kemudian
baru menginjak persoalan lainnya. Namun,pembahasan ilmu fiqh tidak langsung
terkait dengan pembicaraan nilai-nilai rohaniyah,padahal,thaharah akan
terasa lebih bermakna jika disertai pemahaman rohaniyah.[4]
Ilmu
tasawuf dapat memberikan corak batin terhadap ilmu fiqh,corak batin yang di
maksud adalah ikhlas dan khusyuk berikut jalannya masing-masing.bahkan ilmu ini
mampu menumbuhkan kesiapan manusia untuk melaksanakan hukum-hukum fiqh karena
pelaksanaan kewajiban manusia tidak akan sempurna tanpa perjalanan rohaninya.[5]
Tasawuf
dan fiqh adalah dua disiplin ilmu yang saling melengkapi,keduanya saling
berkaitan dan saling menyempurnakan,jika terjadi pertentangan antara
keduanya,berarti terjadi kesalahan atau pertentangan. Maksudnya,boleh jadi
seorang sufi berjalan tanpa fiqh atau menjauhi fiqh,atau seorang ahli fiqh
tidak mengamalkan ilmunya.[6]
Jadi
seorang ahli fiqh harus bertaswuf,sebaliknya seorang ahli tasawuf harus
memakai,mendalami dan mengikuti aturan fiqh. Tegasnya seorang ahli fiqh harus
mengetahui hal-hal yang berkaitan dengan hukum dan mengetahui tata cara
pengamalannya. Seorang sufipun harus mengetahui aturan-aturan hukum dan
sekaligus mengamalkannya.
Paparan
di atas telah menjelaskan bahwa tasawuf dan ilmu fiqh dua disiplin ilmu yang
saling melengkapi. Setiap orang harus menempuh keduanya,dengan catatan bahwa
kebutuhan perseoangan dengan dua disiplin ilmu tersebut sangat beragam sesuai
dengan kadar kualitas ilmuya. Dari sini dapat di pahami bahwa ilmu fiqh yang
terkesan sangat formalistik lahiriyah,menjadi sangat kering kaku dan tidak mempunyai
makna yang berarti bagi penghambaan seseorang jika tidak di isi dengan muatan
kesadaran rohaniyah yang dimiliki oleh tasawuf. Begitu pula sebaliknya,taswuf
akan terhindar dari sifat-sifat merasa suci sehingga tidak perlu lagi
memerhatikan kesucian lahir yang di atur dalam fiqh.[7]
C. HUBUNGAN
ILMU TASAWUF DENGAN ILMU FILSAFAT
Ilmu tasawuf yang berkembang di
dunia Islam tidak dapat dinafikkan sebagai sumbangan pemikiran kefilsafatan.
Hal ini dapat di lihat misalnya dalam kajian-kajian tasawuf yang berbicara
tentang jiwa,memeang harus diakui bahwa terminologi jiwa dan roh banyak di kaji
dalam pemikiran-pemikiran filsafat. Sekian banyak intelektual muslim ternama
yang mengkaji tentang jiwa dan roh,diantaranya Al-Kindi,Al-Farabi,Ibnu sina dan
Al-Ghazali.
[1] Rosihon
anwar dan muhtar solihin.ilmu tasawuf.bandung:pustaka
setia,2000 halm.85
[2] ibid.hlm 86
[3] Ibid.hlm 87
[4]
Al-Ghazali. Al-Maqhad Al-asna fi syarh al-asma Allah Al-husna.terj.ilyas
hasan.bandung:mizan .1996. hlm.73-74
[5] Ibid 90
[6] Rosihon
anwar. Akhlak tasawuf. Bandung:pustaka setia 2009. Hlm 105
[7] Rosihon
anwar. Akhlak tasawuf. Bandung:pustaka setia 2009. Hlm 106
Tidak ada komentar:
Posting Komentar