Kamis, 17 Mei 2012

makalah hubungan tasawuf degan disiplin ilmu lainnya


BAB I
PENDAHULUAN
Islam,sebagaimana di jumpai dalam sejarah ternyata tidak sesempit yang di pahami pada umumnya. Dalam sejarah terlihat bahwa islam yang bersumber pada Al-Qur’an dan as-Sunah dapat berhubungan dengan masyarakat luas. Dari persentuhan tersebut lahirlah beberapa disiplin ilmu keislaman.
Tasawuf sebagai sebuah disiplin ilmu keislaman,tidak lepas dari keterkaitannya dengan ilmu keislaman lainnya.

 



















BAB II
PEMBAHASAN

A.HUBUNGAN ILMU TASAWUF DENGAN ILMU KALAM

Ilmu kalam merupakan merupakan disiplin keilmuan yang banyak mengedepankan tentang persoalan-persoalan kalam tuhan. Persoalan kalam ini biasanya mengarah pada perbincangan
Yang mendalam dengan dasar-dasar argumentasi,baik rasional(aqliyah) maupun naqliyah.ilmu kalam sering menempatkan diri pada pendekatan aqliyah dan naqliyah tetapi dengan metode argumentasi yang dialektik.jika pembicaraan kalam tuhan berkisar pada keyakinan-keyakinan yang harus di pegang oleh umat islam,ilmu ini lebih spesifik mengambil bentuk sendiri dengan istilah imu tauhid dan ilmu aqaid.[1]
Pembicaraan materi-materi yang tercakup dalam ilmu kalam terkesan tidak menyentuh dzauq (rasa rohaniyah). Namun ilmu kalam atau ilmu tauhid tidak menjelaskan bagaimanakah seorang hamba dapat merasakan langsung Allah mendengar dan melihat,bagaimana pula perasaan hati seorang ketika membaca Al-Qur’an,lalu bagaimana seseorang bahwa sesuatu yang tercipta merupakan pengaruh dari qudroh (kekuasaan) allah.[2]
Pertanyaan-pertanyaan di atas akan sangat sulit di jawab apabila hanya melandaskan diri dengan ilmu tauhid atau ilmu kalam, biasanya yang membicarakan penghayatan sampai sampai pada penamaan kenamaan kejiwaan adalah ilmu tasawuf.disiplin inilah yang membahas bagaimana merasakan nilai akidah dengan memerhatikan bahwa persoalan tadzawwuq (bagaimana merasakan) tidak saja dalam lingkup hal sunah atau di anjurkan,tetapi justru termasuk hal yang di wajibakan.[3]
Dalam kaitannya dengan ilmu kalam,ilmu tasawuf berfungsi sebagai pemberi wawasan spiritual dalam pemahaman kalam.penghayaatan yang mendalam melalui hati dalam ilmu tauhid atau ilmu kalam menjadikan ilmu ini lebih terhayati atau teraplikasikan dalam perilaku.dengan demikikan ilmu tasawuf sebagai penyempurna ilmu kalam jika dilihat dari sudut pandang bahwa ilmu tasawuf merupakan  sisi terapan rohaniyah dari ilmu tauhid.
Ilmu kalam juga berfungsi sebagai pengendali ilmu tasawuf.oleh karena itu,jika timbul suatu aliran baru yang bertentangan dengan akidah,al-Qur’an dan sunah, hal itu adalah penyelewengan atau penyimpangan,dsisinilah ilmu kalam akan lebih terlihat fungsinya.
Selain itu,ilmu tasawuf berfungsi sebagai pemberi kesadaran rohaniyah dalam perdebatan-perdebatan kalam,karena ilmu kalam adalah ilmu islam yang cenderung menitik beratkan pada muatan rasional,disamping muatan naqliyah. Jika hal ini tidak di imbangi dengan kesadaran rohaniyah maka ilmu kalam sangat mungkin bergerak pada arah yang liberal dan bebas,disinilah ilmu tasawuf memberi muatan rohaniyah.

B.        HUBUNGAN ILMU TASAWUF DENGAN ILMU FIQH
            Sebagian besar pembahasan kitab fiqh selalu di aawali dengan pembahasan thaharah (tata cara bersuci),kemudian baru menginjak persoalan lainnya. Namun,pembahasan ilmu fiqh tidak  langsung  terkait dengan pembicaraan nilai-nilai rohaniyah,padahal,thaharah akan terasa lebih bermakna jika disertai pemahaman rohaniyah.[4]
Ilmu tasawuf dapat memberikan corak batin terhadap ilmu fiqh,corak batin yang di maksud adalah ikhlas dan khusyuk berikut jalannya masing-masing.bahkan ilmu ini mampu menumbuhkan kesiapan manusia untuk melaksanakan hukum-hukum fiqh karena pelaksanaan kewajiban manusia tidak akan sempurna tanpa perjalanan rohaninya.[5]
Tasawuf dan fiqh adalah dua disiplin ilmu yang saling melengkapi,keduanya saling berkaitan dan saling menyempurnakan,jika terjadi pertentangan antara keduanya,berarti terjadi kesalahan atau pertentangan. Maksudnya,boleh jadi seorang sufi berjalan tanpa fiqh atau menjauhi fiqh,atau seorang ahli fiqh tidak mengamalkan ilmunya.[6]
Jadi seorang ahli fiqh harus bertaswuf,sebaliknya seorang ahli tasawuf harus memakai,mendalami dan mengikuti aturan fiqh. Tegasnya seorang ahli fiqh harus mengetahui hal-hal yang berkaitan dengan hukum dan mengetahui tata cara pengamalannya. Seorang sufipun harus mengetahui aturan-aturan hukum dan sekaligus mengamalkannya.
Paparan di atas telah menjelaskan bahwa tasawuf dan ilmu fiqh dua disiplin ilmu yang saling melengkapi. Setiap orang harus menempuh keduanya,dengan catatan bahwa kebutuhan perseoangan dengan dua disiplin ilmu tersebut sangat beragam sesuai dengan kadar kualitas ilmuya. Dari sini dapat di pahami bahwa ilmu fiqh yang terkesan sangat formalistik lahiriyah,menjadi sangat kering kaku dan tidak mempunyai makna yang berarti bagi penghambaan seseorang jika tidak di isi dengan muatan kesadaran rohaniyah yang dimiliki oleh tasawuf. Begitu pula sebaliknya,taswuf akan terhindar dari sifat-sifat merasa suci sehingga tidak perlu lagi memerhatikan kesucian lahir yang di atur dalam fiqh.[7]

C.        HUBUNGAN ILMU TASAWUF DENGAN ILMU FILSAFAT
            Ilmu tasawuf yang berkembang di dunia Islam tidak dapat dinafikkan sebagai sumbangan pemikiran kefilsafatan. Hal ini dapat di lihat misalnya dalam kajian-kajian tasawuf yang berbicara tentang jiwa,memeang harus diakui bahwa terminologi jiwa dan roh banyak di kaji dalam pemikiran-pemikiran filsafat. Sekian banyak intelektual muslim ternama yang mengkaji tentang jiwa dan roh,diantaranya Al-Kindi,Al-Farabi,Ibnu sina dan Al-Ghazali.





[1] Rosihon anwar dan muhtar solihin.ilmu tasawuf.bandung:pustaka setia,2000 halm.85
[2] ibid.hlm 86
[3] Ibid.hlm 87
[4] Al-Ghazali. Al-Maqhad Al-asna fi syarh al-asma Allah Al-husna.terj.ilyas hasan.bandung:mizan .1996. hlm.73-74
[5] Ibid 90
[6] Rosihon anwar. Akhlak tasawuf. Bandung:pustaka setia 2009. Hlm 105
[7] Rosihon anwar. Akhlak tasawuf. Bandung:pustaka setia 2009. Hlm 106

Tidak ada komentar:

Posting Komentar